9/27/2011

Tim Investigasi Presiden tak Pernah Buahkan Hasil

Komisi I DPR menilai upaya Presiden membentuk tim investigasi untuk menyelidiki kasus teroris di Indonesia tak pernah membuahkan hasil. Sudah berkali-kali presiden membentuk tim tersebut sejak maraknya aksi teror di Indonesia. Namun hasilnya, pencegahan aksi teror masih jauh dari harapan.

"Saya selalu mendengar tim investigasi, tapi mana hasilnya," ungkap Anggota Komisi I, Tjahyo Kumolo, saat dihubungi, Selasa (27/9). Kalau tim tak mampu mendeteksi dini terjadinya aksi teror, maka tim yang dibentuk itu sia-sia.

Negara dinilai lalai sehingga aksi teror seperti bom bunuh diri di gereja Kepunton Solo terjadi beberapa hari lalu. Aksi tersebut, kata Tjahyo, dinilai sebagai bukti tak adanya koordinasi antara lembaga keamanan, pertahanan, dan intelijen. Menurutnya, semua lembaga itu simultan karena masing-masing memiliki tenaga intelijen yang kuat.

''Tim investigasi seharusnya mampu menjangkau informasi yang beterbaran di masyarakat sehingga tak perlu menimbulkan korban jiwa akibat insiden bom bunuh diri,'' katanya.

Pihaknya akan mempertanyakan kinerja SBY dalam menangani aksi teror. Selama ini, jelasnya, SBY terlalu fokus pencitraan sehingga mengabaikan hal-hal yang lebih penting. Tjahyo mengingatkan jangan main-main dalam penanganan terorisme karena melibatkan nyawa orang.

Salah penanganan bisa terjerat pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) karena akan mengancam hak seseorang untuk hidup. "Hati-hati," ungkap Tjahyo.
read more

9/26/2011

Belajar Qira’at Sab’ah, Luruskan Salah Paham

Selama ini, kesalahan besar yang berkenaan dengan pengumpulan al-Qur’an adalah bahwa pemahaman bahwa Ustman bin Affan memerintahkan untuk menuliskan al-Quran dalam satu bacaan yang sama dan menjadikan enam mushaf. Lalu, mushaf-mushaf tersebut di kirim ke daerah-daerah Islam, seperti Mekkah, Yaman, Kufah, Syam, Bashrah, dan di Madinah sendiri.

“Mulai sekarang, pemahaman seperti itu harus dicoret besar-besar. Dengan enaknya, mereka bilang kalau Utsman menyamakan bacaan al-Qur’an dan menjadikannya dalam enam mushaf Utsmani itu agar bacaan umat Islam sama. Ini harus diluruskan,” tegas Ustadz Fathoni dalam pengajian rutin Qira’at Sab’ah di Masjid Raudhatul Qur’an, Institut Ilmu Al-Quran (IIQ), Jumat (26/11).

Lebih lanjut, Ustadz Fathoni menjelaskan, bahwa ide penulisan Al-Qur’an pada masa Khalifah Utsman adalah suatu ketika pasukan muslimin sedang berperang di daerah Azerbaijan dan Armenia (uni Soviet). Prajurit Irak dan Syiria ternyata menemukan adanya perbedaan cara membaca Al-Qur’an. Karena, dulu Nabi saw. memang mengirimkan sahabat yang berbeda dengan bacaan yang berbeda ke daerah-daerah untuk mengajarkan al-Qur’an pada pendudukan setempat. Perbedaan ini membuat mereka saling bertikai. Kabar pertikaian itu pun sampai didengar Utsman bin Affan.

Maka, oleh Utsman dibentuklah tim penulisan wahyu. Tulisan-tulisan al-Qur’an (belum dibukukan—masih di tulang hewan, kulit binatang, atau di kayu) yang dikumpulkan pada masa Abu Bakr pun ditulis ulang oleh tim penulis wahyu yang terdiri dari Abdullah bin Amr bin Ash, Abdulah bin Zubair, Abdurrahman bin Harits bin Hisyam, dan Zaid bin Tsabit.

Ternyata, memang ada perbedaan cara membaca dalam mushaf-mushaf tersebut. Oleh tim penulis wahyu, semua perbedaan-perbedaan itu dituangkan dalam enam mushaf (atau dalam pendapat lain 5 mushaf) yang kemudian dikirim ke beberapa daerah seperti tersebut di atas. Jadilah, enam mushaf itu sebagai mushaf imam di beberapa daerah. Mengenai pemberian nama mushaf utsmani, dinisbatkan pada Khalifah Utsman karena penulisan itu dilakukan pada masa pemerintahannyaa.

Lalu, pertanyaan berikutnya; apa yang dimaksud dengan qiraat sab’ah itu?

Ustadz Fathoni menjawab, bahwa keseluruhan Al-Qur’an dari awal hingga akhir itu tidak akan keluar dari tujuh perbedaan bentuk/wajah, antara lain: bentuk isim (mufrad, mutsanna, dan jama’), fi’il (madhi, mudhari’, dan amr), i’rab (rafa’, nasb, jar, dan jazm), naqis atau ziyadah, taqdim dan ta’khir, tabdil, dan perbedaan dalam bentuk dialek (lahjah).

“Jadi, tidak berarti jika seseorang membaca al-Quran dari seorang imam, dia telah membaca seluruh bentuk dari qiraah sab’ah yang terkandung dalam al-Qur’an. Akan tetapi, dia hanya membaca sebagian dari qiraat sab’ah itu,” jelas Ustadz Fathoni.

Masjid Raudhatul Qur’an IIQ sendiri mengadakan pengajian rutin ilmu langka ini 2 kali seminggu, yakni setiap Senin dan Rabu malam setelah Shalat Isya’. Masyarakat umum juga bisa mengikuti.
read more